Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menilai salah satu kendala tumbuhnya industri properti di Tanah Air adalah peraturan perundangan. Rencananya pengesahan Undang-undang Pertanahan masih cukup merisaukan bagi para pelaku usaha di sektor properti.
"Karena itu, Kadin bersama asosiasi terkait melakukan kajian dan memberi masukan ihwal revisi beleid tersebut. Sebab, ada sejumlah masalah dalam RUU Pertanahan yang berpotensi menimbulkan masalah," papar Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Properti Hendro Gondokusumo dalam sambutan saat Rapat Koordinasi Nasional Bidang Properti Kadin 2019 di Jakarta, Rabu (18/09).
Dilanjutkan, salah satu persoalan yang disinggung adalah rencana penerapan pajak progresif untuk kepemilikan tanah lebih dari satu. Meski demikian, belakangan pemerintah mengatakan telah mengeluarkan rencana tersebut dari revisi beleid pertanahan.
Hendro mengatakan pemerintah tengah memikirkan cara untuk mencegah praktik spekulasi tanah yang bisa melambungkan harga tanah. Namun, ia menyoroti pemerintah yang acapkali kurang menjelaskan rencananya dengan baik. Sehingga membuat investor dan pembeli rumah bingung.
Kadangkala, kata Hendro, kebijakan-kebijakan masih dalam pembahasan dan belum dikomunikasikan. Sehingga aturan yang direncanakan justru menjadi kontraproduktif lantaran menimbulkan aneka penafsiran dan ketidakpastian yang tidak perlu di dunia usaha. "Konsumen, perbankan, sampai analis dan investor akhirnya bertanyanya ke kami mengenai peraturan ini."
Di lokasi yang sama, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil mengatakan perlunya Revisi UU Pertanahan segera disahkan. Lantaran saat ini acuan dari urusan tanah masih mengacu kepada UU Pokok Agraria yang keluar sekitar tahun 1960 sehingga saat ini menjadi kurang relevan.
Ia mengatakan tujuan dikeluarkannya revisi beleid tersebut adalah untuk mengatur pengelolaan tanah agar lebih tertata. Termasuk, aturan tersebut juga akan mengatur insentif dan disinsentif bagi pemilik tanah.
Terkait dengan kerisauan Kadin soal pajak progresif, Sofyan memastikan rencana tersebut sudah dihilangkan dalam Revisi UU Pertanahan. Disamping membuat dunia usaha khawatir, ia berpendapat persoalan perpajakan baiknya diatur dalam UU Perpajakan.
Meskipun hingga kini masih banyak yang menolak isi revisi beleid itu, Sofyan mengatakan rencana tersebut akan tetap jalan. "Dalam demokrasi kita tidak bisa memuaskan semua orang, kalau tidak sepakat silakan menggugat ke Mahkamah Konstitusi." sambungnya. (Tempo/End)