Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) menilai pPergerakan harga karet tidak hanya ditentukan faktor fundamental penawaran dan permintaan. Ternyata permainan harga pada bursa komoditas pun ikut mempengaruhi harga karet.
"Saat ini, tidak hanya faktor fundamental seperti suplai dan demand saja yang mempengaruhi harga karet dunia, tetapi bursa futures di Shanghai pun ikut mempengaruhi," kata Vice Chairman for Finance Gapkindo Daniel Tirta Kristiadi.
Seperti dilansir laman Kontan.co.id, Kamis (15/2), Kristiadi juga Direktur PT Kirana Megatara melanjutkan hal ini dapat terlihat dari harga karet di bursa Tokyo dan Singapura yang cenderung dipengaruhi pergerakan harga karet pada bursa Shanghai.
Faktor lainnya adalah stok karet di China yang sedang tinggi. Tingginya stok membuat pelaku industri pemakai karet alam tidak antusias untuk membeli karet, baik fisik maupun non fisik ke bursa komoditi.
"Selain itu, industri China juga mengurangi pembelian menjelang Imlek," jelasnya.
Setelah Tahun Baru Imlek, sambung dia, diperkirakan industri karet mulai kembali menyerap stok. Jika hal itu terjadi, diharapkan harga karet akan ikut naik. Meski begitu, dia masih ragu harga karet akan kembali pada harga awal 2017.
"Untuk kembali ke posisi harga awal 2017, menurut kami agak sulit," lanjutnya.
Menurutnya, harga karet pada awal 2017 dipengaruhi oleh penerapan pembatasan ekspor atau Agreed Export Tonnage Scheme (AETS). Namun, penerapan AETS kala itu berbeda dengan saat ini. "Implementasi AETS saat ini pada saat harga berkisar di USD 1,45 per kilogram (kg). Sementara AETS sebelumnya pada tahun 2016 harga karet berkisar USD 1,1 per kg hingga USD 1,2 per kg," paparnya
Kenaikan harga juga perlu didorong oleh pertumbuhan ekonomi negara konusmen karet. Meski sulit diprediksi, Daniel melihat harga karet akan naik tipis pada tahun ini. "Kenaikan yang kami prediksi mungkin akan berkisar pada level USD 1,6 per kg sampai USD 1,7 per kg saja pada tahun ini," ungkapnya. (KONTAN/END)